Jalan kami berbeda

1 Dec

dua tahun lamanya sudah. berpisah dalam suatu pendidikan menengah atas. aku dan dia dulu sejalan. merajut asa hingga saling berjanji tuk saling doakan. namun, kini asa itu rasanya belum terajut hingga usai. dia kesana dan aku kesini. aku kesini dan dia kesana. berbeda. tapi tak mengapa.

pernah terjadi regangan elastis yang cukup jauh diantara aku dan dia. hanya gara-gara “ia” yang suka tak jelas apa maunya. “ia” paham tapi seolah tak paham. sama-sama benci tapi sama-sama mencoba memaafkan. tak perlu membahas “ia” karena tak layak untuk diperbincangkan. namun, regangan itu pun kian mendekat hingga tak ada jarak diantara aku dan dia.

tapi itu sudah dua tahun lamanya. kini aku disini dan dia disana. awal berpisah masih sering bersama tapi itu tak berlangsung lama. semakin lama ku lihat dia semakin berbeda mulai dari kepala hingga ujung kaki tak seperti dulu. pikirnya beda tak seperti dulu. entah apa input apa yang dipelajari atau karena interaksi. aku mengerti tak juga tak mengerti. pernah ku beri sekumpulan masa lalu dalam kotak yang kubeli di pasar yang bukan tradisional lagi. agar ia ingat dulu kita sama – sama dalam jalan juang yang cukup melelahkan. tapi rasanya bagai angin lalu saja baginya. aku tak paham yang pasti kita sudah tak sejalan. mencoba mengingatkan tapi mencoba juga dilupakan. sedih sekali rasanya.

bertegur sapa masih dilakukan seharusnya jangan sampai usang bahkan punah dari peredaran. namun, kini ia pun sudah usang. tak mengerti apakah juga akan hilang dari peredaran. biar waktu yang menentukan. hidupnya kini telah bahagia, telah lengkap, meski terkadang “katanya” menyesakkan jiwa. “katanya” hanya ingin bersahabat. tapi aku sangsi. kenapa?kalimat yang membentuk sapaan kabar di wall jejaring sosial tak mendapat balasan. berharap dibalas lewat elektronik genggam. tapi tak kunjung tiba. mungkin ini sensitif, tapi ini penting. mencoba mendekat tapi seperti dijauhi. seperti tak ingin bersentuhan dengan yang dulu lagi. “katanya” ingin bersahabat?

aku tak mengerti lagi. pernah ku balas dengan kata sindiran. dan aku menyesal. tapi rasanya dia seolah tak peduli denganku. atau aku yang salah mengira? semoga aku yang salah.

sesungguhnya, kalau pun pada akhirnya begini. aku sungguh sudah tak peduli kalaupun memang kita berbeda. mau dikata apa. namun, satu hal yang aku pinta jika kamu hanya ingin bersahabat coba hubungi sahabatmu itu.

masih ada dalam hati ini serangkaian kata “ana uhibbuki fillah ya ukhti” untukmu.

semoga Allah senantiasa merahmati kita semua.

Leave a comment